BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Suatu
bisnis hendaknya bertujuan untuk mendapatkan keuntungan dan mensejahterakan
seluruh orang yang terlibat didalamnya serta para pemegang sahamnya. Demi mencapai
hal tersebut, perusahaan haruslah memiliki suatu sistem, prosedur atau proses
tertentu yang dapat menunjang tercapainya tujuan-tujuan tersebut.
Namun
ancaman persaingan serta perkembangan teknologi dan informasi yang terus
berubah seiring waktu, kadang kala membuat prosedur, proses serta sistem yang
sudah diterapkan oleh perusahaan tidak lagi efektif dan relevan yang dapat
membuat perusahaan kalah dengan pesaingnya. Oleh karna itu proses bisnis yang
sudah ada terkadang perlu direvisi ulang, dirancang ulang, diperbaharui atau dirombak
dari proses bisnis yang lama menjadi proses baru yang lebih efektif dan
memiliki keunggulan kompetitif.
Hal-hal
tersebut mengakibatkan suatu perusahaan perlu melakukan perubahan terus menerus
secara disiplin khususnya demi mengoptimalkan kembali posisi bersaing perusahaan
atau mengantisipasi ancaman pesaing dengan cara membuat inovasi-inovasi baru. Salah
satu konsep yang dapat diterapkan adalah dengan melakukan rekayasa ulang
(Reengineering), yaitu suatu teknik manajemen perubahan yang radikal terhadap
proses - proses bisnis yang berlangsung yang dapat meningkatkan efisisensi,
efektifitas, kualitas, pelayanan, atau mengurangi biaya-biaya dalam suatu
proses.
Berdasarkan
latar belakang tersebut, muncul rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa
pengertian dari Reengineering?
2. Bagaimana
penerapan Reengineering dalam sebuah perusahaan?
3. Apa
manfaat dari penerapan Reengineering?
C.
Tujuan
Adapun
tujuan dari pembuatan makalah/tugas ini antara lain:
1. Mengetahui
dan memahami pengertian dari Reengineering.
2. Mengetahui
proses dalam melakukan Reengineering.
3. Mengetahui
aplikasi dan manfaat dari penerapan Reengineering di suatu perusahaan.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Reengineering
Menurut
Hammer dan Champy (1994), Business Process Reengineering adalah pemikiran ulang
secara fundamental dan perancangan ulang secara radikal atas proses bisnis
untuk mencapai perbaikan-perbaikan dramatis dalam ukuran kritis dari
performance, seperti biaya, kualitas, layanan, dan kecepatan.
Menurut
Chase,
Aquilano dan Jacobs (1995), Rekayasa ulang proses bisnis adalah pemikiran
kembali secara mendasar dan perancangan ulang secara radikal dari proses bisnis
untuk mencapai perbaikan dramatis di bidang kegiatan yang kritis dan pengakuan
kontemporer atas kinerja, meliputi biaya, kualitas, pelayanan, dan kecepatan.
Menurut
Bennis dan Mische (1995:13), Rekayasa ulang adalah menata ulang perusahaan
dengan menantang doktrin, praktek dan aktivitas yang ada dan kemudian secara
inovatif menyebarkan kembali modal dan sumber daya manusianya ke dalam proses
lintas fungsi. Penataan ulang dimaksudkan untuk mengoptimalkan posisi bersaing
organisasi, nilainya bagi para pemegang saham, dan kontribusinya bagi
masyarakat.
Pendapat-pendapat
ahli tersebut menyimpulkan suatu garis besar pengertian reengineering yaitu
proses menciptakan keunggulan kompetitif dalam suatu organisasi / perusahaan.
B.
Kata
Kunci dalam Reengineering
1.
Fundamental
Dalam
melakukan proses reengineering dua pertanyaan mendasar yang akan ditujukan
adalah : Mengapa perusahaan berbuat seperti apa yang perusahaan perbuat? dan
Mengapa perusahaan berbuat dengan cara seperti yang perusahaan kerjakan
sekarang? Jika pertanyaan fundamental ini diajukan, maka akan memaksa pelaku
bisnis untuk menggunakan asumsi dan aturan tak tertulis yang mendasari bisnis
mereka, seringkali asumsi atau aturan ini keliru dan tidak tepat. Pertanyaan
yang harus diajukan bukan "Apa yang sudah dikerjakan?", Tetapi
"Bagaimana seharusnya dikerjakan?". Jawaban atas pertanyaan
fundamental akan melahirkan juga sesuatu yang fundamental, yaitu tindakan
perubahan yang fundamental. Reenginering berarti memulai sesuatu dari awal,
tanpa asumsi dan pertama menentukan apa yang harus dilakukan oleh perusahaan
kemudian bagaimana cara melakukannya. Rekayasa-ulang perusahaan pertama-tama
menentukan apa yang harus dilakukan perusahaan, baru kemudian bagaimana
melakukannya.
2.
Radikal
Radikal
diserap dari bahasa latin "radix" yang berarti akar. Desain radikal
dari proses bisnis berarti mendesain ulang sesuatu sampai ke akarnya, tidak
memperbaiki prosedur yang sudah ada dan berusaha melakukan optimasi. Menurut
Hammer, desain radikal berarti mengabaikan seluruh struktur dan prosedur yang
sudah ada dan menemukan cara baru yang benar-benar berbeda dengan sebelumnya dalam
menyelesaikan pekerjaan. Reengineering bukan merupakan business improvements,
atau business enchacement, atau pun business modification, tetapi mengenai
business reinvention.
3.
Dramatis
Reengineering
bukanlah suatu usaha mencapai perbaikan sedikit demi sedikit dan bertahap yang
bersifat marginal atau incremental, tetapi merupakan usaha mencapai lompatan
besar dalam perbaikan dan peningkatan performansi perusahaan. Tiga jenis
perusahaan yang memerlukan reengineering adalah sebagai berikut:
•
Perusahaan yang berada dalam kesulitan
besar,
•
Perusahaan yang belum mengalami kesulitan,
tetapi mengantisipasi akan mengalami kesulitan, dan
•
Perusahaan yang tidak mengalami kesulitan,
tetapi justru berada pada puncak kerjanya.
4.
Orientasi Proses
Orientasi
pada proses merupakan kata kunci terpenting dalam definisi BPR, tetapi
merupakan hal yang memberikan kesulitan besar bagi para manajer. Kebanyakan
pelaku bisnis tidak berorientasi pada proses, tetapi pada tugas, pekerjaan,
orang, dan struktur.
C.
Tujuan
Reengineering
Bennis
dan Mische menyebutkan tentang tujuan rekayasa ulang, sebagai berikut :
1.
Meningkatkan produktivitas; dengan
menciptakan proses-proses inovatif dan tanpa hierarki, yang memiliki aliran
tanpa henti dan terdapat pada suatu urutan yang alami serta dengan kecepatan
yang alami.
2.
Meningkatkan nilai bagi para pemegang
saham; dengan melakukan segala sesuatunya secara berbeda.
3.
Mencapai hasil yang luar biasa;
dimaksudkan untuk mencapai setidaknya peningkatan sebesar 50 persen.
4.
Mengonsolidasikan fungsi-fungsi; berusaha
menciptakan suatu organisasi yang lebih ramping, lebih datar, dan lebih cepat.
5.
Menghilangkan tingkatan dan pekerjaan yang
tidak perlu; tingkat dan aktivitas organisasi yang mewakili sedikit nilai untuk
para pemegang saham atau kecil kontribusinya bagi daya saing juga disusun ulang
dan dihilangkan.
D. Pihak-Pihak yang Terlibat dalam
Reengineering
Mengenai
pihak-pihak yang terlibat dalam rekayasa ulang, Bennis dan Mische
menyebutkannya, antara lain :
1. Sponsor
eksekutif, berisi orang-orang dari level tertinggi organisasi; eksekutif
puncak, direktur keuangan, dan direktur operasi.
2. Panitia
Pelaksana Penataan Ulang, terdiri dari para manajer operasi senior dan ahli
internal yang terpilih, yang mewakili suatu spektrum luas organisasi.
3. Pemimpin
Transformasi, memandu organisasi melewati perjalanan rekayasa ulang.
4. Pejuang
Proses, bertanggung jawab terhadap rekayasa ulang suatu proses tertentu. Adalah
seorang manajer senior yang saat ini memiliki tanggung jawab operasi langsung
dan pertanggungjawaban atas proses tersebut.
5. Tim
Rekayasa Ulang, misi rekayasa ulang adalah mengenali dan melanjutkan peluang
penataan ulang sehingga keunggulan kompetitif dan nilai pemegang saham dapat
ditingkatkan. Para anggota tim adalah para ahli atau dengan cepat menjadi ahli
dalam proses rekayasa ulang. Umumnya terdiri dari tiga sampai tujuh orang.
Terlalu banyak orang akan menimbulkan masalah hubungan interpersonal,
kepribadian, komunikasi, sasaran yang divergen, dan seterusnya.
E. Proses/Tahapan Reengineering
1.
Ada enam proses reengineering menurut
Chase dan Aquilano
·
Menentukan masalah untuk diselesaikan.
·
Mengidentifikasikan proses untuk
direkayasa ulang.
·
Mengevaluasi hal-hal yang dapat direkayasa
ulang.
·
Mengerti proses yang sekarang terjadi.
·
Mendesign proses yang baru.
·
Mengimplementasikan proses yang telah
direkayasa ulang.
2.
Tahapan reengineering menurut Victor Tan
·
Memahami Proses yang sedang berlangsung.
·
Mencari proses kritis.
·
Mencari alternatif rancangan ulang
·
Mencari informasi yang diperlukan untuk
mendukung proses baru
·
Melakukan tes kelayakan terhadap rancangan
proses baru.
3.
Menurut Manganelli tahapan reengineering
antara lain:
·
Persiapan
Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mengerahkan, mengorganisasikan, dan mendayakan ornag yang akan menggunakan
rekayasa-ulang.
·
Identifikasi
Tujuan dari tahap ini adalah untuk
membangun dan mengerti suatu model proses yang berdasarkan orientasi terhadap
konsumen dari suatu bisnis.
·
Visi
Tujuan dari tahap ini adalah untuk
membangun suatu visi atas proses yang dapat diandalkan untuk meraih suatu
terobosan baru.
·
Solusi
Tujuan dari tahapan ini adalah untuk
merinci dimensi teknik dan sosial dari suatu proses baru.
·
Perubahan bentuk (Transformation)
Tujuan dari tahap ini adalah untuk
mencapai visi proses dengan cara penerapan perancangan proses yang dihasilkan pada
tahap empat.
4. Dan
tahap reengineering yang umumnya digunakan adalah pendapat Bennis dan Mische
(1995), antara lain:
·
Menciptakan visi dan menetapkan tujuan
·
Benchmarking dan mendefinisikan
keberhasilan
·
Menginovasi proses
·
Mentransformasikan organisasi
·
Memantau proses yang direkayasa ulang
F. Manfaat Reengineering
Banyak dampak positif yang akan
perusahaan dapatkan jika berhasil melakukan reengineering, antara lain:
·
Menciptakan inovasi / terobosan baru.
·
Meningkatkan produktivitas perusahaan.
·
Menciptakan keunggulan kompetitif yang
dapat mengoptimalkan persaingan (mengejar ketertinggalan), mengalahkan pesaing
(membalikan posisi persaingan) atau memperbesar jarak keunggulan.
·
Memangkas biaya-biaya yang tidak
diperlukan.
·
Menciptakan sistem baru yang lebih efektif.
G. Resiko-Resiko Reengineering
Penerapan reengineering memang
menjanjikan perubahan secara drastis pada organisasi perusahaan dan proses
bisnis. Jika reengineering berhasil maka perusahaan akan bisa meningkatkan
kinerja organisasi dan karyawannya (Davidson, 1993). Tetapi sebaliknya, jika
upaya reengineering mengalami kegagalan maka risiko yang dialami perusahaan
akan timbul. Berbagai risiko yang mungkin dialami oleh perusahaan, antara lain
(Clemons, 1995) :
·
Risiko teknis (technical risk) yaitu
risiko yang terjadi karena terbatasnya kapabilitas teknologi yan digunakan
organisasi dalam proses reengineering.
·
Risiko finansial (financial risk) terjadi
jika proyek reengineering tidak berjalan sesuai dengan rencana, atau jika tidak
selesai tepat pada waktunya dan tidak sesuai dengan biaya yang dianggarkan.
·
Risiko politis (political risk) yaitu
terjadinya resistance to change terhadap proyek-proyek reengineering.
·
Risiko fungsional (functional risk) merupakan
kesalahan sistem disainer dalam memahami kebutuhan organisasi dan kurangnya
keterampilan dan pengetahuan pelaksana, sehingga mengakibatkan kapabilitas
sistem yang dirancang tidak tepat.
·
Risiko proyek (project risk) adalah risiko
yang bisa terjadi jika personel pemroses data tidak memahami dan tidak familiar
terhadap teknologi baru, sehingga menimbulkan masalah-masalah yang kompleks.
H. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Keberhasilan Reengineering
Kunci keberhasilan dalam melakukan
reengineering terletak pada pengetahuan dan kemampuan melaksanakannya, bukan
keberuntungan. Bila mengetahui aturan-aturannya dan menghindari berbuat
kesalahan, maka kemungkinan besar akan berhasil. Langkah pertama menuju keberhasilan
reengineering adalah mengenali kegagalan umum dan belajar mencegahnya.
Untuk
mencapai keberhasilan dalam reengineering, terdapat beberapa faktor yaitu:
1. Vision
Vision merupakan gambar tentang apa
yang dikehendaki yang menyangkut : orang, produk, pelayanan, proses, fasilitas,
kultur dan pelanggan. Setiap orang dalam organisasi harus mampu mengerti,
memahami, menjiwai dan menggambarkan visi tersebut sehingga semua tindakan dan
keputusan selalu membawa perusahaan makin dekat pada visi yang telah
ditentukan. Kegiatan-kegiatan yang menyangkut visi antara lain :
·
Menentukan strategi yang tepat
·
Menjelaskan alasan mengapa dilakukan
Bisnis Proses reengineering
·
Mengembangkan suatu cita-cita masa depan
yang dipahami semua orang
·
Menentukan target yang harus dicapai
·
Menjelaskan hubungan antara usaha BPR
dengan usaha yang sudah dilakukan
·
Membuat peta perubahan-perubahan sampai
pada tahap akhir.
2.
Skills
Baik interpersonal skill maupun
teknik skill, keduanya sangat diperlukan karyawan agar mereka mampu
melaksanakan tugas-tugas dalam proses baru. Aktivitas yang dilakukan dalam
peningkatan skill antara lain :
·
Mendidik pimpinan puncak mengenai konsep
dan implikasi BPR
·
Menginventarisasi tipe kepemimpinan yang
dibutuhkan untuk melakukan proses baru
·
Berfikir luas masa depan
·
Mengubah desain dan mengembangkan hal-hal
dari luar ke dalam perusahaan
·
Memperoleh dukungan sarikat pekerja dan
·
Mengelola perbedaan atau konflik secara
baik dan konstruktif.
3.
Incentives
Apabila karyawan dapat memahami dan
merasakan perubahan secara drastis membawa perbaikan bagi karyawan, maka mereka
dapat melakukan perubahan secara lebih baik. Beberapa hal yang menyangkut
insentif anatara lain :
·
Perubahan harus dipimpin, disosialisasi
dan dibuat target tertentu oleh pimpinan perusahaan
·
Tim manajemen bertanggung jawab atas
keberhasilannya
·
Hilangkan rasa ketakutan
·
Memberi penghargaan dan pengakuan atas
keberhasilan dan prestasi karyawan
·
Perubahan sikap dan budaya dengan sistem
dan suri tauladan dari pimpinan perusahaan.
4.
Resources
Beberapa
hal dan aktivitas dalam pengalokasian sumber daya antara lain :
·
Komitmen manajemen puncak untuk
melaksanakan perubahan
·
Paling sedikit 25% dari waktu manajemen
puncak melaksanakan perubahan
·
Mengadakan pelatihan dan bimbingan dalam
melaksanakan perubahan
·
Melakukan benchmarking
·
Memanfaatkan sumber daya seefektif dan
efisien mungkin.
5.
Action plan.
Action plan adalah perencanaan dari
serangkaian aktivitas, penanggung jawab dan jadwal waktu serta target yang
terinci.
I. Faktor-faktor Kegagalan Reengeneering
Untuk menghindari risiko yang
diakibatkan dari penerapan reengineering, perusahaan harus mengetahui
factor-faktor yang menyebabkan kegagalan penerapan reengineering, Kegagalan ini
berhubungan dengan factor-faktor manajemen sumber daya manusia yang tidak
sepenuhnya dipahami dan dipertimbankan. Dari sudut pandang manajemen sumber
daya manusia, kegagalan reengineering disebabkan oleh dua factor utama, yaitu :
Menolak untuk berubah (resistance to change) dan Kurangnya komitmen manajemen
(lack of management commitment), sedangkan factor lainnya diluar sudut pandang
managemen sumber daya manusia adalah : system informasi yang kurang memadai dan
kurangnya keleluasaan (breatdh) dan kedalaman (depth) analisis terhadap factor-faktor
kritis reengineering.
1.
Menolak untuk berubah (Risistence to
change)
Merupakan masalah utama
reengineering yang bisa terjadi karena reengineering tidak hanya terkait dengan
teknologi tetaipi juga berpengaruh perilaku, nilai-nilai dan budaya organisasi.
Disamping itu resistance to change juga dipicu oleh tidak adanya visi,
lingkungan operasi dan lingkungan bisnis radikal.
Reengineering tidak cukup hanya
semata-mata mengubah proses, tetapi yang penting adalah mengubah manajemen,
memeberdayakan SDM, memupuk kreativitas serta human skill, sehingga mereka
tidak menolak untuk berubah dan memiliki komitmen terhadap organisasi. Untuk
mewujudkan semua ini perusahaan dituntut untuk memberikan pendekatan tentang
konsep dan teknik reengineering, mengkomunikasikan visi dan misi, mengartikulasikan
situasi kompetitif perusahaan serta menanamkan pemahaman yang mendalam tentang
budaya, nilai-nilai organisasi, dan masalah-masalah organisasional. Tanpa
pengetahuan dan pemahaman orang yang terlibat, maka reengineering tidak akan
memberikan manfaat jangka panjang.
Grover, dkk. (1995) memiliki argumen
bahwa terjadinya resistance to change perlu diidentifikasi penyebab utamanya,
apakah disebabkan oleh SDM-nya, sistem, atau interaksi berbagai pihak, sehingga
bisa dilakukan tindakan-tindakan yang tepat. Sedangkan Hall memberikan saran
untuk mengatasi resistance to change dengan komunikasi secara terbuka, dengan
mengintensifkan interaksi dan kerja sama antara pihak manajemen dan pihak
karyawan. Komunikasi yang baik akan membangun komitmen, memberikan pemahaman
tentang perlunya reegineering dan meningkatkan kinerja perusahaan secara
berkesinambungan.
2.
Kurangnya komitmen manajemen (lack of
management commitment)
Komitmen manajemen sangat diperlukan
dalam melakukan reengineering. Reengineering akan menghadapi kemungkinan kegagalan
yang sangat besar tanpa adanya komitmen penuh pucuk pimpinan, dalam arti mereka
harus memahami bagaimana peran pimpinan dalam suatu organisasi yang sedang
mengalami perubahan radikal dan membangun konsensus semua jenjang hirarki.
Agar menajemen memiliki komitmen
terhadap keberhasilan proyek reengineering, maka eksekuti senior pun seharusnya
terlibat seara aktif dalam jajaran manajemen, serta memeberikan kesempatan
untuk menempatkan orang-orang terbaiknya menjadi anggota tim proyek. Hal ini
perlu dilakukan karena fenomena menunjukkan bahwa seringkali perusahaan dalam
melakukan reengineering menyerahkan sepenuhnya kepada konsultan.
Hall menyimpulkan bahwa kesuksesan
reengineering menurut komitmen jajaran manajemen untuk menginvestasikan
waktunya sekitar 20% sampai 50% pada tahap pelaksanaan. Hal ini bisa dilakukan
dengan mengadakan pertemuan rutin untuk memberikan informasi mengenai
perkembangan reengineering dan mereview secara komprehensif mengenai hal-hal
yang berkaitan dengan kebutuhan pelanggaran, kondisi ekonomi, kecenderungan
pasar. Disamping itu juga mengevaluasi tingkat efisiensi (cara kerja yang lebih
cepat dengan tingkat biaya yang lebih rendah), keefektifan (melakukan pekerjaan
dengan lebih baik dan kemampuan menghasilkan kualitas kerja lebih yang tinggi)
dan transformasi (perusahaan cara mendasar pada cara kerja orang-orang maupun
departemen maupun perubahan sifat bisnis itu sendiri) baik pada level
fungsional, lintas fungsi, maupun organsiasi secara keseluruhan.
3.
System informasi yang kurang memadai
Menurut Martinez sebagian besar
perusahaan yang gagal dalam proyek reengineering disebabkan oleh adanya sistem
informasi yang kurang memadai dan tidak menempatkan sistem informasi sebagai
mitra kerja yang benar (true partner). Tanpa kemitraan yang bersifat membangun
(constructive partner), kepemimpinan teknologi, dan fokus pada pengelolaan
sistem informasi yang baik maka reengineering lebih banyak menemui kegagalan.
Selanjutnya Martinez berpendapat
bahwa pada sebagian besar perusahaan, sistem informasi dituntut memiliki
kemampuan untukmmengidentifikasi disain danm mengimplementasikan teknologi yang
dapat diterapkan dan manajemen solusi yang berbasis teknologi. Pendapat ini
didukung pula oleh Davenport dan Stoddart, bahwa sistem informasi berperan
penting dalam mengeliminasi faktor-faktor penghambat keberhasilan
reengineering. Kedudukan sistem informasi dalam proyek reengineering bisa
berperan sebagai mitra kerja (partnership)atau sebagai pendukung (support).
4. Kurangnya
keleluasaan (breatdh) dan kedalaman (depth) analisis terhadap factor-faktor
kritis reengineering
Hal ini menyebabkan kegagalan dalam
proyek reengineering. keluasan di sini meliputi aktivitas-aktivitas yang perlu
dilakukan manajer untuk mengidentifikasi aktivitas-aktivitas yang akan dan
sedang didisain kembali untuk menciptakan nilai dalam unit bisnis dan
organisasi secara keseluruhan. Sedangkan kedalaman menyangkut identifikasi
seberapa besar unsur-unsur peran, tanggung jawab, pengukuran dan insentif,
struktur organisasi, teknologi informasi, nilai-nilai bersama, dan skill
keberhasilan reengineering.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Reengineering
atau rekayasa ulang adalah suatu proses menciptakan keunggulan kompetitif dalam
suatu organisasi / perusahaan yang dilakukan secara radikal dengan mengharapkan
peningkatan yang drastis. Terdapat empat kata kunci penting
dalam rekayasa ulang proses bisnis yaitu fundamental, radikal, dramatis, dan
proses.
Dalam
menghadapi kondisi krisis, ketidakpastian, dan dinamika perubahan yang cepat,
organisasi perlu berhati-hati dalam mengambil tindakan reengineering secara
parsial. Penyebab kegagalan reengineering yang utama adalah resistance to
change, kurangnya komitmen manajemen, Sistem informasi yang kurang memadai, dan
Kurangnya keluasan dan kedalaman analisis terhadap faktor-faktor kritis reengineering.
Untuk mencapai keberhasilan dalam proses bisnis reengineering terdapat lima
faktor utama yaitu : vision, skills, incentives, resources dan action plan.
Tahapan
melakukan reengineering yang umumnya digunakan adalah pendapat Bennis dan
Mische (1995), antara lain:
·
Menciptakan visi dan menetapkan tujuan
·
Benchmarking dan mendefinisikan
keberhasilan
·
Menginovasi proses
·
Mentransformasikan organisasi
·
Memantau proses yang direkayasa ulang
B.
Saran
Berdasarkan Landasan
teori serta Studi Kasus yang sudah dipaparkan sebelumnya, maka dapat diketahui
dalam melakukan reengineering hendaknya perusahaan harus menghasilkan suatu
terobosan baru /inovasi serta perubahan yang radikal dengan peningkatan yang
drastis. Jika hanya menerapkan proses yang sama atau mirip dengan kompetitornya
itu bukanlah suatu inovasi, dan hal tersebut tidak akan membuat perusahaan
unggul/ menang bersaing dengan
kompetitornya
If you're looking to lose weight then you have to try this totally brand new custom keto meal plan.
ReplyDeleteTo design this service, certified nutritionists, personal trainers, and professional cooks have joined together to produce keto meal plans that are effective, painless, economically-efficient, and enjoyable.
From their grand opening in January 2019, thousands of clients have already remodeled their figure and well-being with the benefits a professional keto meal plan can offer.
Speaking of benefits; in this link, you'll discover eight scientifically-confirmed ones given by the keto meal plan.
wow keren, tapi sepertinya nenek ku tidak akan membaca ini karena sudah meninggal
ReplyDeletecontoh proses rekayasa ulang ini dilingkungan sekitar anda
ReplyDelete